Hai, sekarang Dita pindah ke rumah baru ditanindyakirana.wordpress.com.
Apa postingan di blog ini dan rumah lama ini akan dihapus? Tidak. Karena beberapa link postingan sudah saya sebar di beberapa media sosial.
Tapi di rumah baru itu seluruh postingan saya baik yang baru maupun yang lama ada di rumah baru semua.
Jadi kalau kamu pembaca setia saya silakan beralih ke Rumah Baru Dita. See you :)
Sinduk Dita
Celoteh perempuan mungil
Jumat, 25 Desember 2015
Kamis, 19 November 2015
Sepatu Biru Kesayangan
Taman Pintar, Yogyakarta. 05042014 |
Tentang sepatu biru kesayangan.
Dibeli dengan tabungan berbulan-bulan.
Tak mau diganti meskipun usang.
Meskipun sudah ada sepatu serupa di rak, namun tetap ia yang ternyaman.
'Yang nyaman memang tak terganti, meski yang baru mempesona. Tapi ketika bosan akan tetap yang nyaman yang bertahan.'
Sepatu ini sudah masuk ruang-ruang seminar dan kuliah menjadikannya sandangan formal.
Menjejak jalan jauh menemani menelusur berbagai kota.
Atau tercelup lumpur manakala dipaksa menjadi sepatu outdoor ketika outbond.
Sepatu biru kesayangan, kini pudar warnanya. Namun tetap sibuk dikenakan.
Tak terhitung tempat, langkah, dan kenangan terukir bersama sepasangnya.
Itulah beberapa deret alasan mengapa aku sebal ketika dosen berkata tak boleh ada sepatu kets di kampus jurusan.
Memang apa salah dan bedanya si manis ini dengan sepatu lain?
Jumat, 10 April 2015
Seperti Apa Bait Patah Hati?
Tabahlah... Setabah hujan bulan Juni, meskipun ini
April
Namun aku gagal untuk setabah itu
-aku?
Bolehkah kusebut kita?
Seperti apa bait patah hati?
Tercipta dari apa dia?
Lalu lalu, yang kulihat selalu bait rindu
Kenapa ada bait getir?
Kepada siapa aku boleh menyalahkan?
Jarak?
Ia hanya nama tumbuhan
Waktu?
Waktu hanyalah titian
Kamu? Menurutku bukan
Bolehkah saja aku?
Menabur garam pada luka
Menari dalam malam-malam sepimu
Terjebak pada ketidaktahuan dan ketidakpedulianku
Seperti apa bait patah hati?
Patah hati?
Kini yang ada hanya pujangga patah hati
Sayap-sayapnya patah
Sajak-sajaknya berserakan
Bait-bait getir dilagukan
Aku patah, lalu terjun bebas ke entah
Sukoharjo 09032015
Minggu, 05 April 2015
Kepada engkau tanda tanya Tuhan: Tentang Ibu, Obsesi, Mimpi, dan Aku
Kepada engkau yang masih disimpan
Tuhan untukku kelak: mari belajar bahasa asing.
Agar aku dapat memenuhi janjiku
melangkah lebih jauh.
Karena hari ini aku masih tersegel
pita ibu.
Dan aku boleh melangkah lebih jauh
apabila engkau melepas simpul pita milik ibu.
Kepada engkau yang masih
dirahasiakan Tuhan: mari belajar mendirikan tenda.
Agar saat aku butuh naungan
dimanapun berada, engkau siap menyediakannya.
Kepada engkau yang masih menjadi
tanda tanya ciptaan Tuhan: mungkinkah saat dipertemukan kita akan memiliki
ambisi yang sama?
Bilamana tidak, izinkan aku membagi
kisah dan mimpi-mimpi yang selalu ingin aku nyanyikan.
Lalu akan kutawarkan sebagian nadaku
padamu.
Maukah?
Maukah engkau nanti bernyanyi
denganku?
Menyanyikan setiap mimpi dan
obsesiku?
Maukah?
Maukah engkau mendengar kisah gadis
kecil yang bersenandung masa depan?
Maaf bila sebagian terlalu
mengada-ada atau klise.
Atau justru engkau menertawakan
sebagiannya?
Namun aku hanya gadis dengan banyak
obsesi dan mimpi.
Yang berharap engkau memutus pita
dan mengajakku merealisasikan mimpi-mimpi.
Maukah kau mengajakku melangkah lebih dari ini? |
Ketika membaca
tulisan ini, anggap saja engkau adalah ‘tanda tanya’ dari Tuhan. Atau seorang
travelmate bagiku suatu hari nanti.
Aku gadis kecil
dengan seragam putih-biru, berambut sebahu. Yang banyak dikatakan mirip dora,
tapi aku lebih suka menyebutnya ala chibimaruko-chan. Kala itu film Laskar
Pelangi sedang tenar-tenarnya. Alih-alih menonton, aku justru mencari bukunya
di perpustakaan daerah Kabupten. Aku pernah mendengar bahwa ‘Bila ada film yang
luar biasa tenar dan diangkat dari buku, maka bacalah bukunya terlebih dahulu. Kenapa?
Karena biasanya lebih bagus bukunya
ketimbang filmnya.’. Menurutku masuk akal. Karena apabila engkau membaca buku
maka engkau bisa berimajinasi sesukamu. Sedangkan film, tersaji begitu saja dan
mau tak mau kau harus menerima. Seperti ketika aku membaca trilogi The Lord Of
The Rings lalu membayangkan Gandalf, tinggi menjulang, berkumis lebat, memakai
jubah abu abu, dengan muka tua namun lembut dan tak mudah ditebak. Lalu ketika
melihat filmnya Ian McKellen sebagai pemeran Gandalf, lumayan sukses. Namun tetap
tidak memenuhi ekspektasiku. Kembali lagi ke Laskar Pelangi. Andrea Hirata
menulis Tetralogi Laskar Pelangi dengan apik. Aku membaca tiga bukunya
sekaligus! Bahkan Edensor kubaca hanya dalam sehari. Maryamah Karpov? Sampai hari
ini aku belum membacanya. Karena ketika aku selesai membaca buku ketiga dan
mencari buku ke empat aku tak menemukannya.
Lalu aku bertanya pada kakakku yang kala itu masih kuliah. Apakah ia punya buku Maryamah Karpov? Dia tak punya, tapi sudah membacanya. Katanya buku itu jelek. Kenapa? Tanyaku. Ya jelek ceritanya, nggak usah dibaca. Aku berhenti bertanya. Karena seperti pesan ibu ‘Kalau ibu atau kakakmu bilang jelek atau tidak usah diteruskan, meskipun tanpa membeberkan alasannya kenapa.. berhentilah melakukan atau bertanya kenapa.’. Baru kutahu akhir-akhir ini alasannya kenapa. Kata kakakku di buku terakhirnya Andrea Hirata tak lagi menulis karna ‘cinta’. Tapi menulis untuk memuaskan pasar atau penerbit (baca: dikejar setoran tulisan). Baiklah, aku menerima. Namun sampai saat ini aku belum membacanya, jadi aku tak ingin menghakimi terlebih dahulu.
Lalu aku bertanya pada kakakku yang kala itu masih kuliah. Apakah ia punya buku Maryamah Karpov? Dia tak punya, tapi sudah membacanya. Katanya buku itu jelek. Kenapa? Tanyaku. Ya jelek ceritanya, nggak usah dibaca. Aku berhenti bertanya. Karena seperti pesan ibu ‘Kalau ibu atau kakakmu bilang jelek atau tidak usah diteruskan, meskipun tanpa membeberkan alasannya kenapa.. berhentilah melakukan atau bertanya kenapa.’. Baru kutahu akhir-akhir ini alasannya kenapa. Kata kakakku di buku terakhirnya Andrea Hirata tak lagi menulis karna ‘cinta’. Tapi menulis untuk memuaskan pasar atau penerbit (baca: dikejar setoran tulisan). Baiklah, aku menerima. Namun sampai saat ini aku belum membacanya, jadi aku tak ingin menghakimi terlebih dahulu.
Dari ketiga buku
yang sudah aku baca, aku jatuh cinta pada buku ketiga. Edensor! Karena dari
buku itulah aku memiliki cita-cita baru yang kususun dalam dreamnote-ku. “Ibu,
aku ingin menjadi backpacker suatu hari nanti. Mungkin selepas kuliah.” “Backpacker?”
“Iya.” Lalu ibuku menceritakan panjang lebar tentang backpacker. Apa yang
didapat dari backpacker, asyiknya menjadi backpacker, dan resikonya... “Mungkin
menyenangkan bepergian sendiri. Menikmati suatu tempat dari sudut pandang lain,
dan kesenangan lainnya. Tapi kamu perempuan. Bepergian sendiri untukmu sedikit
berbahaya. Karena backpacker tak cuma melulu asyik. Kamu akan berada di
situasi-situasi sulit atau berbahaya juga.” “Lalu? Aku tak boleh?” “Tunggulah
suatu hari nanti hingga engkau memiliki seorang teman sekaligus sahabat yang
mendampingimu kemanapun engkau pergi.” “Suami?” “Bisa jadi. Lebih menjamin
malah.” Oke baiklah, urutan cita-cita ini bergeser ke SETELAH MENIKAH, dari
sebelumnya SETELAH KULIAH. Aku tau, ibu tak pernah membedakan gender dalam
memperlakukan anak-anaknya. Kecuali untuk rok dan pubertas. Tapi aku sadar
diri. AKU PEREMPUAN. Mungkin bisa, namun aku tahu ibu lebih tahu.
Lain hari aku bertanya, sebuah bentuk ketidakpuasan
dengan penundaan yang dicanangkan ibu. “Bagaimana dengan petualangan lain yang
mungkin dapat kulakukan?” “Naik gunung?” Lalu ibu menceritakan pengalaman
tentang naik gunungnya. Betapa ibu sering menjelajah merapi, bertandang ke
rumah mbah Maridjan. Ibu berkuliah di kota pelajar. Beruntung sekali dekat
dengan gunung gagah itu. “Ibu ikut Mapala?” “Enggak. Mapala terlalu lebay
menurut ibu. Senioritas, diatur. Ibu dulu naik dengan teman-teman.” “Kenapa ibu berhenti mendaki?” “Terakhir ibu
mendaki semeru. Sampai menjelang puncak. Lalu ibu menemukan pendaki rombongan lain yang
tewas. Hipotermia. Saat temannya cidera, dia menemani temannya. Lalu ditutupkannya
jaketnya kepada temannya yang cidera. Malah dia kena hipotermia dan meninggal. Setelah
itu ibu berhenti.” “Kalau aku mendaki suatu hari nanti apa boleh bu?” “Boleh.”
Dan
benar, saat pertama kali aku mendaki ibuku tak kalah excited denganku. Diajarinya
aku packing dengan benar, diceknya alat apa saja yang harus kubawa, diberinya
tips dan strategi. Dan kerennya, semuanya berguna!
Ibumu keren! Ya bahkan
hingga detik ini aku selalu bersyukur mempunyai ibu seperti beliau.
Untukmu ‘tanda tanya
Tuhan’... dari tulisan di atas engkau sudah tahu sebagian tentang obsesiku
bukan? Oh ya. Perkenalkan, aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Perempuan
satu-satunya. Manja? Tidak kalau kata ibu. Dari ketiga anak ibu akulah yang
paling jarang homesick. Bukan karna benci rumah atau tak berhati lembut. Namun memang
ibu menciptakan karakter seperti itu. Anak paling bandel, paling dekil, ngeyel,
cerewet, dan yang paling pintar menerbangkan layang-layang dan memanjat pohon
dibanding kedua anaknya yang lain. Ibu mendidik paling keras kepadaku. Karena AKU
PEREMPUAN. Kenapa dengan perempuan? Suatu hari nanti aku akan menjadi istri,
menantu, dan seorang ibu. Tanggung jawabku akan sangat besar. Wahai ‘tanda
tanya Tuhan’, apabila suatu hari nanti kau bersyukur menemukan perempuan
sepertiku. Maka bersyukurlah aku dilahirkan dari rahim seorang perempuan
tangguh sepertinya.
Apa yang ibuku tuntut
dariku? Jadilah perempuan tangguh, independen, namun mengerti kodratnya.
Jadilah wanita yang tetap tahu kodratnya sebagai perempuan. Maksudnya? Wanita adalah
ia yang tangguh, mandiri, dan seorang survivor hebat. Perempuan ialah istri,
ibu, dan menantu. “Meskipun nanti engkau menjadi wanita karier yang sukses,
tetaplah bisa memasak dan melakukan tugas perempuan lain, karena pada akhirnya
engkau akan menjadi seorang istri dan ibu. Meskipun engkau nanti menjadi ibu
rumah tangga, tetaplah menuntut ilmu setinggi mungkin, karena dari engkau akan
lahir generasi-generasi hebat. Generasi hebat lahir dari seorang ibu yang
hebat. 50% kecerdasan seseorang diturunkan dari ibunya.” Begitu kata ibuku.
Maka, izinkan aku kelak
menuntut ilmu setinggi mungkin. Agar aku dapat memenuhi ambisiku, keinginan
ibuku, dan untuk generasi hebat kelak. Agar nanti aku tak hanya bisa mengajari
anakku perkalian dan pembagian, namun juga bagaimana strategi untuk memecahkan
soal dan masalah. Agar aku tak hanya mengeluh tentang kenaikan bbm yang
berimbas pada harga bawang, namun mengerti betapa politik berimbas pada semua
lini.
Tapi tenang saja, aku
takkan lupa untuk belajar menjadi perempuan pula. Aku akan belajar memasak,
agar kelak anakku akan dengan bangga berkata “Masakkan ibu juara!” dan engkau
akan selalu merindukan rumah, karna penasaran kudapan apa yang kubuat hari
ini?
Bukankah ini tulisan
untukku? –engkau bertanya.
Ya.
Lalu mana bagian
untukku? –kau masih bertanya.
Baiklah. Kini engkau
sudah tahu siapa aku, sebagian obsesiku, dan siapa figur yang membentukku.
Bila suatu hari nanti
kau bertemu diriku dan meminta segel pada kedua orang tuaku. Maukah engkau
memahami siapa aku? Maukah engkau mengerti ego dan ambisiku? Maukah engkau
mengajakku merealisasikan mimpi-mimpiku?
Aku ingin kau ada di
sampingku, kala angin berhembus di antara sela edelweis. Aku ingin kau
menggandeng tanganku kala kita menjelajahi kota-kota baru. Aku ingin melihatmu
sibuk menggulung matras, mendirikan tenda, menenteng tas penuh bawaan, atau
sekedar menyeruput kopi saat matahari menampakkan dirinya. Aku ingin terkikik
lalu tersipu melihatmu sibuk memilih dan berburu buku hanya untukku. Aku ingin-
Aku ingin engkau tahu,
betapa aku ingin engkau tahu bahwa aku ingin membagi kisahku dan obsesiku
padamu kelak. Maukah?
Karena ketika engkau
memilikiku maka engkau memiliki seluruh obsesi dan mimpi-mimpiku.
Sampai jumpa kelak
travelmate dan ‘tanda tanya Tuhan’. Mungkinkah engkau adalah salah satu pembaca
dari tulisan ini?
Senin, 09 Maret 2015
Masjidku ke Gerejamu
Mau
sampai mana?
Senja
ditekuk atau hujan digulung?
Mau
sederas apa?
Sungai
belakang rumah atau air terjun?
Mau
sebanyak apa?
Genangan
atau bendungan?
Seberapa
jauh?
Dalam
ukuran apa?
Sepertinya
bukan lagi tentang kilometer
Atau
sebrang
Dari
Masjidku ke Gerejamu
Aku
duduk termenung tentang jarak dan jurang menganga di antaranya..
Love
Different Religion? Sampai mana Tuhan semua makhluk membawa muara untukmu?
Sukoharjo, 09032015/22.43
Untuk kedua kakak di sana yang tengah dirundung hal aneh dan nyleneh yang biasa disebut cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)